Minggu, 12 November 2017

Pacaran, YES or NO??!

Diposting oleh Waode Uka di 17.23
Istilah pacaran nampaknya sudah lumrah terdengar di telinga masyarakat Indonesia khususnya di kalangan remaja. Pacaran yang kerap kali disangkut pautkan dengan generasi muda saat ini sangat identik dengan pergaulan bebas tanpa batas. Bahkan tidak jarang ditemukan bayi yang dibuang di sungai yang dianggap buah dari pacaran. Sudah sangat jelas pacaran membawa banyak kemudhorotan, maka sebenarnya judul di atas sudah tidak menjadi hal yang kontradiksi lagi apalagi dalam perspektif islam.
Banyak orang membuat istilah baru yang disebut “Pacaran Islami” padahal sudah sangat jelas bahwa dalam islam tidak ada istilah pacaran islami. Istilah tersebut adalah istilah yang dibuat-buat agar pacaran dianggap halal atau boleh bagi seorang muslim. “Tapi dalam pacaran Islami tidak ada unsur pegang-pegangan, pelukan, ciuman maupun kontak fisik lainnya, pacaran islami adalah pacaran yang hanya melalui komunikasi via chat, bertemu sekedarnya, dan lain sebagainya”. Padahal dalil yang mengatakan bahwa “Janganlah engkau mendekati zina” sudah sangat tegas melarang hubungan laki-laki dan perempuan yang mendekati zina, apalagi sampai melakukan zina. Zina yang dipaparkan di sini bukan hanya zina fisik pada umumnya. Namun, zina hati saat komunikasi via chat, zina mata atau
pandangan saat bertemu. Maka pacaran islami tidak pernah dibenarkan dalam islam.
Kerap kali kita mendengar istilah ta’aruf. Ta’aruf juga sering dijadikan momok oleh orang-orang berpengetahuan minim akan agama, parsial pada agama, atau bahkan golongan non muslim. Menurut mereka, istilah ta’aruf adalah suatu cara untuk mendapatkan pasangan bidup. Jika dianalisis, dari pengertian yang begitu parsial tadi sebenarnya mendapatkan pasangan hidup bisa saja ditempuh dengan cara pacaran yang tidak ada niatan untuk menikahi si perempuan. Pemikiran parsial ini yang menyelewengkan arti atau maksud dari ta’aruf yang sebenarnya. Ta’aruf dalam islam artinya proses bertemunya laki-laki dan perempuan yang mempunyai tujuan untuk menikah dengan mengikutsertakan orang lain.
Saya pernah atau bahkan sering mendapat argumen yang menangkis argumen saya yang sangat kontra dengan pacaran. Argumen yang mereka sampaikan sangatlah simpel untuk diutarakan “Pacaran itu boleh saja kok. Karena pacaran bisa memotivasi seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih baik”. Pertanyaan yang sangat masuk akal sehingga melontarkan pikiran kita tentang suattu keanehan, mengapa pacaran yang membawa nilai positif itu dilarang oleh syari’at agama?. Seorang remaja yang merasa lelah dan labil akan masa belajarnya yang mereka anggap sangat membebankan, mencari tempat pelarian yang dapat memberikan ruang tersendiri bagi mereka yang kehilangan motivasi belajarnya, di sinilah pacaran menempatkan dirinya. Alasan di atas hanyalah satu dari seribu alasan yang akan diutarakan oleh seseorang yang mengklaim bahwa pacaran itu tidak dilarang. Toh memang pada kenyataannya mereka berpacaran atas dasar suka sama suka yang sedikit banyak meningkatkan motivasi belajar. Namun jika pada akhirnya rasa saling suka itu tidak dapat dikendalikan, maka akan berganti dari motivasi belajar menjadi motivasi maksiat. Na’uzubillah..

Di sinilah ada kesalahan penafsiran antara cinta dan pacaran yang sudah mengakar di dalam pikiran publik. Mereka berkata bahwa pacaran dapat meningkatkan motivasi belajar atau menjadi pribadi yang lebih baik. Kita telaah pada kasus seorang perempuan yang mencintai seorang laki-laki di sekolahnya yang sangat tampan dan cerdas. Dengan sendirinya si perempuan akan termotivasi untuk terlihat dan menjadi cantik dan cerdas. Singkat cerita, laki-laki tersebut menyimpan rasa cinta pada si perempuan, maka terjadilah yang namanya pacaran. Setelah berpacaran, mereka menghabiskan waktu mereka untuk pergi jalan bersama atau yang sering disebut dengan kencan. Pertanyaannya, di mana letak adanya motivasi belajar dalam kasus ini? Benar jika jawabannya adalah sebelum si perempuan mengetahui bahwa laki-laki yang dicintainya juga memiliki rasa yang sama dengannya. Jadi kesimpulannya, yang menghantarkan seseorang kepada motivasi dalam hidup adalah cinta, bukan pacaran. Mengapa? Karena tentu saja saat kita mencintai seseorang kita akan senantiasa menunjukan kehebatan kita kepadanya. Pada hal seperti ini iman seorang muslim diuji. Bagaimana hal positif yang dihasilkan oleh cinta didasarkan atas niat mencari ridho Allah, bukan semataa-mata ingin riya’ atau terlihat baik dihadapan orang yang kita cintai.

Berbicara soal cinta, mencintai seseorang akan membuat kita kerap kali ingin meng-imitasi atau mencontoh apa yang disukai oleh orang yang kita cintai. Maka cintailah orang yang patut dicintai. Seperti mencintai seorang laki-laki sholeh, maka kita akan berusaha menjadi pribadi yang sholehah. Namun perlu diingat, agama mengajarkan kita untuk mencintai seseorang hanya karena Allah. ingat! Jodoh berada di tangan Allah. karena perlu difikirkan kembali, siapa yang menjamin bahwa seseorang yang dipacari akan membawa kebahagiaan dan cinta sejati? Siapa pula yang akan menjamin bahwa pacaran tidak memeberikan dampak buruk bagi para pelakunya?

Kohati sebagai organisasi perempuan yang berazaskan islam, sangat diperlukan andilnya dalam urusan syariat yang telah dikesampingkan oleh masyarakat dewasa ini. Bukan malah berpacaran dengan alasan mengikuti tren atau bahkan beralasan dengan alasan memotivasi hidup tadi. Kohati perlu meluruskan pola pikir remaja zaman now untuk berpegang pada syari’atnya yang sudah mulai ditinggalkannya. Dakwah Kohati yang meluruskan makna pacaran dan cinta itulah yang akan menyelamatkan kaum perempuan untuk terhindar dari perbuatan nakal kaum laki-laki yang mengatasnamakan pacaran.
Semoga Allah selalu senantiasa menjauhkkan kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak disukainya. Ushiikum wa iyyaya nafsi bitaqwallah..

0 komentar:

Posting Komentar

 

Story of My Life Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea