Rabu, 06 September 2017

RELEVANSI PANCASILA DENGAN AL-QUR'AN

Diposting oleh Waode Uka di 05.37
Disusun Oleh : Waode Urwatun Wutsqo
Mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten


RELEVANSI PANCASILA DENGAN AL-QUR’AN
            Kata relevansi dalan  Kamus Bedar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hubungan. Kalau kita menyatakan hubungan maka kita berbicara tentang kesesuaian Pancasila dengan Al-Qur’an. Karena, jika tidak sesuai, maka sudah jelas keduanya tidak memiliki hubungan atau relevansi. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan kesesesuaian Pancasila dengan ajaran Islam adalah sebagaimana uraian berikut.
1. Pancasila bukan agama dan tidak bisa menggantikan agama.
2. Pancasila bisa menjadi wahana implementasi Syariat Islam.
3. Pancasila dirumuskan oleh tokoh bangsa yang mayoritas beragama Islam.

Selain hal-hal di atas, keselarasan Pancasila dengan ajaran Islam juga tercermin dari kelima silanya yang sesuai dengan ajaran Islam. Kesesuaian masing-masing sila dengan ajaran Islam, akan dijelaskan melalui uraian di bawah ini.


Sila Pertama : KETUHANAN YANG MAHA ESA

Berkaca dari sejarah pembentukan Pancasila , di mana sila pertama yang awalnya berisi 7 kata “dengan kwajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya” kemudian dihapus tujuh kata itu atas usulan dari salah satu panitia 9 yaitu A.A Maramis yang ditemani oleh Laksamana Meda yang bisa dibilang non-muslim. Ir. Soekarno orang yang pertama kali didatangi untuk mengubah atau menghapus 7 kata tersebut tidak berani atau tidak menghendaki perubahan tersebut yang mana merupakan hasil final dari sidang BPUPKI yang juga isinya telah termuat dalam Piagam Jakarta. Akhirnya usulan tersebut dibawa dan diajukan kembali kepada  Moh. Hatta, beliau mengerti maksud dan tujuan A.A Maramis tersebut dan Laksamana Maeda bahwa sila pertama dianggap kurang toleran karena mengandung 7 kata tersebut. Maka di bawalah hasil usulan A.A Maramis dan Laksamana Maeda tersebut kepada tokoh Islam dalam Panitia 9 yaitu Abdoel Kahar Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan dua oang tokoh islam lainnya. Akhirnya usulan untuk menghapus 7 kata tersebut diterima dengan syarat 7 kata tersebut tetap menjiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
            Jika 7 kata tersebut masih menjiwai sila pertama pada Pancasila, maka dapat dijelaskan bahwa Pancasila sesuai dengan ajaran Islam. Ketuhanan Yang Maha Esa. Esa bukan berarti satu. Karena satu adalah bilangan yang mana setelanya masih ada bilangan dua, tiga, dan seterusnya. Sedangkan tunggal bukan bilangan yang dapat dilanjukan seterusnya. Umat Islam yang menganggap bahwa Ketuhanan yang Maha Esa berarti Tuhan dalam segala Agama, saya sarankan untuk kembali merujuk pada Al-Qur’an Q.S Al-Baqarah Ayat 163 "Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang."

Sila Kedua : KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

            Sila kedua yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab bermakna bahwa bangsa Indonesia menghargai dan menghormati hak-hak yang melekat pada pribadi manusia. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah hablun min al-nas, yakni hubungan antara sesama manusia berdasarkan sikap saling menghormati. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menghormati dan menghargai sesama. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Al-Maa’idah ayat 8 “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum dan QS. AL Hujurat ayat 11 ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim''.

Sila Ketiga : PERSATUAN INDONESIA

            Sila Ketiga ini dapat dimaknai bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang satu dan bangsa yang bernegara. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah ukhuwah Islamiah (persatuan sesama umat Islam) dan ukhuwah Insaniah (persatuan sesama umat manusia). Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menjaga persatuan. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 103 “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka kamu menjadi bersaudara sedangkan kamu diatas tepi jurang api neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah Allah menjelaskan ayat ayatnya agar kamu mendapat petunjuk.”

Sila Keempat : KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN

            Sila ini pada bunyinya memiliki kandungan atau serapan dari bahasa arab paling banyak dibandingkan dengan sila lainnya. Seperti Hikmat atau hikmah dan juga Musyawarah dari kata Syuro atau Musyawarah. Maka kurang tepat jika dibilang sila keempat ini tidak sesuai dengan Al-Qur’an atau ajaran Islam. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah mudzakarah (perbedaan pendapat) dan syura (musyawarah). Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu selalu bersikap bijaksana dalam mengatasi permasalahan kehidupan dan selalu menekankan musyawarah untuk menyelesaikannya dalam suasana yang demokratis. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 159 “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” 

Sila Kelima : KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

            Sila ini bermakna bahwa Negara Indonesia sebagai suatu organisasi tertinggi memiliki kewajiban untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah adil. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya memerintahkan untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri sendiri, orang lain dan alam. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat al-Nahl ayat 90 “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

            Berdasarkan penjelasan di atas, sebenarnya Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara memiliki keselarasan dengan ajaran Islam. Sikap umat Islam di Indonesia yang menerima dan menyetujui Pancasila dan UUD 1945, dapat dipertanggung jawabkan sepenuhnya dari segala segi pertimbangan.
Dengan demikian sudah semestinya tercipta kebersamaan antara golongan nasionalis dan golongan Islam di bumi pertiwi ini. Semoga suatu saat nanti terwujud kebersamaan antara golongan nasionalis (kebangsaan) dengan golongan Islam.

Sumber :
Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945: Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1949),  (Jakarta: GIP, 1997)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Story of My Life Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea