Disusun Oleh : Waode Urwatun Wutsqo
Mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
RELEVANSI
PANCASILA DENGAN AL-QUR’AN
Kata relevansi dalan Kamus Bedar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
hubungan. Kalau kita menyatakan hubungan maka kita berbicara tentang kesesuaian
Pancasila dengan Al-Qur’an. Karena, jika tidak sesuai, maka sudah jelas
keduanya tidak memiliki hubungan atau relevansi. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan kesesesuaian
Pancasila dengan ajaran Islam adalah sebagaimana uraian berikut.
1. Pancasila bukan agama dan
tidak bisa menggantikan agama.
2. Pancasila bisa menjadi
wahana implementasi Syariat Islam.
3. Pancasila dirumuskan oleh
tokoh bangsa yang mayoritas beragama Islam.
Selain hal-hal di atas, keselarasan Pancasila dengan ajaran
Islam juga tercermin dari kelima silanya yang sesuai dengan ajaran Islam. Kesesuaian
masing-masing sila dengan ajaran Islam, akan dijelaskan melalui uraian di bawah
ini.
Sila Pertama : KETUHANAN YANG MAHA ESA
Berkaca dari sejarah pembentukan Pancasila , di mana sila
pertama yang awalnya berisi 7 kata “dengan
kwajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya” kemudian
dihapus tujuh kata itu atas usulan dari salah satu panitia 9 yaitu A.A Maramis
yang ditemani oleh Laksamana Meda yang bisa dibilang non-muslim. Ir. Soekarno
orang yang pertama kali didatangi untuk mengubah atau menghapus 7 kata tersebut
tidak berani atau tidak menghendaki perubahan tersebut yang mana merupakan hasil
final dari sidang BPUPKI yang juga isinya telah termuat dalam Piagam Jakarta.
Akhirnya usulan tersebut dibawa dan diajukan kembali kepada Moh. Hatta, beliau mengerti maksud dan tujuan
A.A Maramis tersebut dan Laksamana Maeda bahwa sila pertama dianggap kurang
toleran karena mengandung 7 kata tersebut. Maka di bawalah hasil usulan A.A
Maramis dan Laksamana Maeda tersebut kepada tokoh Islam dalam Panitia 9 yaitu Abdoel Kahar Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan dua oang tokoh islam lainnya. Akhirnya usulan untuk menghapus 7 kata tersebut
diterima dengan syarat 7 kata tersebut tetap menjiwai sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Jika 7 kata
tersebut masih menjiwai sila pertama pada Pancasila, maka dapat dijelaskan
bahwa Pancasila sesuai dengan ajaran Islam. Ketuhanan Yang Maha Esa. Esa bukan
berarti satu. Karena satu adalah bilangan yang mana setelanya masih ada
bilangan dua, tiga, dan seterusnya. Sedangkan tunggal bukan bilangan yang dapat
dilanjukan seterusnya. Umat Islam yang menganggap bahwa Ketuhanan yang Maha Esa
berarti Tuhan dalam segala Agama, saya sarankan untuk kembali merujuk pada
Al-Qur’an Q.S Al-Baqarah Ayat 163 "Dan
Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang."
Sila Kedua : KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
Sila kedua
yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab bermakna bahwa bangsa Indonesia menghargai dan
menghormati hak-hak yang melekat pada pribadi manusia. Dalam konsep Islam, hal
ini sesuai dengan istilah hablun min al-nas, yakni hubungan antara sesama manusia berdasarkan sikap
saling menghormati. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu
mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menghormati dan menghargai sesama.
Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat
Al-Maa’idah ayat 8 “Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum” dan QS. AL Hujurat ayat 11 ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim''.
Sila Ketiga : PERSATUAN INDONESIA
Sila Ketiga
ini dapat dimaknai bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang satu dan bangsa
yang bernegara. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah ukhuwah
Islamiah (persatuan sesama umat Islam) dan ukhuwah Insaniah (persatuan sesama
umat manusia). Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu
mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menjaga persatuan. Di antaranya adalah
yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 103 “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah
kamu sekalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika
kamu bermusuh-musuhan maka Dia (Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka
kamu menjadi bersaudara sedangkan kamu diatas tepi jurang api neraka, maka
Allah mendamaikan antara hati kamu. Demikianlah Allah menjelaskan ayat ayatnya
agar kamu mendapat petunjuk.”
Sila Keempat : KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT
KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN
Sila ini
pada bunyinya memiliki kandungan atau serapan dari bahasa arab paling banyak
dibandingkan dengan sila lainnya. Seperti Hikmat atau hikmah dan juga Musyawarah dari kata Syuro atau Musyawarah. Maka
kurang tepat jika dibilang sila keempat ini tidak sesuai dengan Al-Qur’an atau
ajaran Islam. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah mudzakarah
(perbedaan pendapat) dan syura (musyawarah). Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya
menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu selalu bersikap
bijaksana dalam mengatasi permasalahan kehidupan dan selalu menekankan
musyawarah untuk menyelesaikannya dalam suasana yang demokratis. Di antaranya
adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 159 “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.”
Sila Kelima : KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
Sila ini bermakna bahwa
Negara Indonesia sebagai suatu organisasi tertinggi memiliki kewajiban untuk
mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
Dalam
konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah adil. Al-Qur’an dalam beberapa
ayatnya memerintahkan untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil
terhadap diri sendiri, orang lain dan alam. Di antaranya adalah yang tercermin
di dalam Al-Qur’an Surat al-Nahl ayat 90 “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemunkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran.”
Berdasarkan
penjelasan di atas, sebenarnya Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara
memiliki keselarasan dengan ajaran Islam. Sikap umat Islam di Indonesia yang
menerima dan menyetujui Pancasila dan UUD 1945, dapat dipertanggung jawabkan
sepenuhnya dari segala segi pertimbangan.
Dengan demikian sudah semestinya tercipta kebersamaan antara golongan
nasionalis dan golongan Islam di bumi pertiwi ini. Semoga suatu saat nanti
terwujud kebersamaan antara golongan nasionalis (kebangsaan) dengan golongan
Islam.
Sumber :
Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945:
Sebuah Konsensus Nasional Tentang Dasar Negara Republik Indonesia (1945-1949), (Jakarta: GIP, 1997)
0 komentar:
Posting Komentar