Menjadi seorang
ketua bagian keamanan di asrama, bukanlah hal yang mudah. Namun bukan hal yang
menyedihkan juga selama kita ikhlas menjalaninya, Lillah. Aku tinggal di kamar
2 di asrama Thoif A. Walau pun biasanya ketua bagian keamanan asrama tinggal di
satu kamar dengan kedua ketua asrama di kamar 3, ini bukan hal yang terlalu
penting untukku.
Sampai pada
suatu hari di mana salah satu dari ketua asramaku harus memegang amanah menjadi
kader di Bagian Koperasi Dapur OPPM, aku tertunjuk untuk menggantikan posisinya
menjadi ketua asrama di asramaku saat itu. Aku tak menyangka dan tak pernah
berpikir sebelumnya mengenai hal ini. Tapi ini amanah, tetaplah harus dijalani
dengan baik. Walau pun menurutku ini adalah sebuah tantangan besar untuk menjadi
sosok seseorang yang sebenarnya jauh dari karakter diriku sendiri.
Karakteristik seorang ibu ynag mengayomi, seorang kakak yang mendengar keluh
kesah, tapi hal ini tidah terlalu sulit bagiku. Tapi sosok seorang sahabat yang
selalu menemani adik-adik kelasku adalah sangat sulit untukku pelajari. Belum
lagi partner ketua asramaku yang terkesan cuek dengan keadaan asrama dan
anggota asrama. Sebut saja dia Dafdiy. Nama panggilan yang diambil dari
singkatan nama aslinya Dafiyah Diyanah Syauqiyyah.
Dafdiy sulit
untuk didekati, aku rasa dia punya hidup sendiri, dia menganggap spesies kita
berbeda, aku “taksifi” dan Dafdiy “adi” begitu kita menyebutnya untuk golongan
yang masuk dari SMP sepertiku dan golongan yang masuk dari SD seperti Dafdiy.
Perbedaan ini sering terjadi ketika kita duduk di kelas 3 Intensive dan kelas
4. Namun saat kita kelas 5, kita disatukan menjadi satu angkatan. Sifat Dafdiy
yang selalu membeda-bedakan ini sama sekali tidak terlihat, aku sendiri pun
tidak mengetahui kalau ternyata Dafdiy sefanatik itu. Sebelum kami menjadi
kelas 5, aku tak pernah melihat Dafdiy, teman-teman kami bilang, saat duduk di
kelas 4, Dafdiy sangatlah ceria, humoris, dan menyenangkan, walau pun tidak
terlalu aktif dalam berbagai kegiatan yang diadakan di sekolah kami. Sifat yang
dielu-elukan oleh teman-temanku tentangnya, sangat berbanding terbalik dengan
apa yang aku lihat pada diri Dafdiy. Dia terlihat cuek, pemarah, tidak banyak
bicara, tempramen, dan sangat emosional.
***
Hari terus
berlalu, aku dengan semangatku untuk memajukan asrama tercintaku, selalu
membujuk Dafdiy untuk ikut bergabung bersama kami (pengurus asrama-red)
membakar semangat anggota kami saat senam pada hari Jum’at pagi, namun selalu
saja Dafdiy enggan dan menolak ajakanku. Dia berpikir hal itu hanya merepotkannya
saja. Pernah suatu hari ketika kita sedang belajar di kelas, kami merasa bosan.
Aku panggil Dafdiy dengan niat membangunkannya yang sedang tertidur saat itu
dan menceritakan masalah salah satu anggotaku.
“Dafdiy,
Fitri punya masalah!” aku memanggilnya
“Aduuuuh,
anggota lagi anggota lagi. Anggota itu kayak kutu tau” membuang muka padaku dan
kembali tertidur.
Yah baiklah aku kembali menikmati pelajaran yang membosankan itu
sampai berakhirnya jam pelajaran. Tapi aku bertekad tak mau menyerah mendekati
dan menyadarkannya bahwa ini adalah amanah.
Ketika aku
mendapat pekerjaan baru, aku mengajak Dafdiy untuk membantuku dan bekerja sama
denganku. Dia menerimanya dan membantuku. Aku akui, dalam urusan pekerjaan Dafdiy
lebih unggul dariku, dia dapat memecahkan masalah dengan cepat dan tepat dan
memberi solusi yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. Sifat
kepemimpinan yang terpancar darinya, sangat membantuku untuk menghandle
pekerjaan yang terhitung banyak ini.
***
Suatu hari, aku
mendapat tugas baru dari ustadzah bagian pendataan, untuk mendata anggota yang
ingin membeli kaset serta menarik uang pembeliannya. Aku berusaha untuk
menanamkan sistem kerja sama antara aku dan Dafdiy. Namun kelihatannya, apa
yang Dafdiy inginkan berbeda denganku. Dafdiy lebih suka kalau kita sama-sama
kerja. Dalam artian membagi tugas dalam bekerja. Akhirnya, secara tidak
langsung, tugas pendataan ini menjadi tanggungjawabku sepenuhnya.
Siang berganti
malam, aku sibuk menghitung uang pembelian kaset di dalam kamar yang baru saja
aku tarik dari anggotaku. Tapi ada kejanggalan yang aku rasakan saat menghitung
jumlah uang itu. Jumlah uang yang kuhitung tidak sesuai dengan jumlah anggota
yang membeli kasetnya. Aku berusaha untuk tidak panik, karena aku tidak ingin mengganggu
Dafdiy yang sepertinya sudah lepas tangan dari masalah ini. Namun pendataan
yang terus menerus kuulangi, menambah keyakinanku kalau jumalah uang ini
kurang. Aku mulai panik dan tidak dapat mengontrol diriku lagi. Aku memutuskan
untuk menceritakan masalah ini pada Dafdiy, alih-alih dia dapat memberiku
solusi yang tepat.
Tapi ternyata
prasangkaku salah, sebaliknya Dafdiy malah memarahiku dan berlalu entah ke
mana. Aku sadar aku telah mengusiknya malam itu. Segera aku cari solusi untuk
masalahku sendiri.
Merasa penat, aku pergi keluar kamar untuk meng-upgrade
otakku yang mulai pecah ini dan mencoba mencari solusinya di depan asrama.
Sejenak aku terpikirkan ujian tafsir besok yang bukunya belum aku sentuh sama
sekali apalagi mempelajarinya. Aku baru sadar, mungkin Dafdiy pergi untuk
belajar. Tidak seharusnya aku mengganggunya seperti tadi. Aku merasa sangat bersalah.
Tapi tidak ada gunanya terus-menerus bersedih dalam pekerjaan yang membuatku
penat ini. Kemudian, aku cari solusinya lagi. Ketika aku sibuk dengan kertas
dataku yang tercecer di sekitarku, seseorang menanggilku pelan, “uka!”. Aku menooleh
ke arahnya, dan kutemukan Dafdiy yang lemas mendekatiku.
“Udah selesai masalahnya?” tanyanya padaku
“Belum ana (saya—dalam bahasa arab) masih bingung, uangnya kurang
di siapa. Malam ini terakhir laporan, datanya juga belum selesai”
“Yaudah, ini udah malem, pake uang ana dulu ya, lagian anti (kamu—dalam
bahasa arab) belum belajar kan buat ujian tafsir besok? Datanya cepet
diselesaiin. Kita belajar bareng ya” jelasnya menenangkanku
“Baiklah” jawabku singkat
Sambil mendata, Dafdiy
menuntunku untuk menghafal kata demi kata. Dan dia memberi coretan sedikit di
bukuku untuk menandai bagian yang harus di hafal. Aku merasa sesosok malaikat
sedang berada di depanku sekarang. Dan pendataan pun selesai, belajar juga dirasa sudah cukup
untuk malam ini. Karena bulan pun menginginkan kami untuk terjaga dalam tidur
pukul 01.30 WIB itu.
0 komentar:
Posting Komentar