Jumat, 08 Juli 2016

Ku Panggil Dia "S-A-H-A-B-A-T"

Diposting oleh Waode Uka di 17.46
            Menjadi seorang ketua bagian keamanan di asrama, bukanlah hal yang mudah. Namun bukan hal yang menyedihkan juga selama kita ikhlas menjalaninya, Lillah. Aku tinggal di kamar 2 di asrama Thoif A. Walau pun biasanya ketua bagian keamanan asrama tinggal di satu kamar dengan kedua ketua asrama di kamar 3, ini bukan hal yang terlalu penting untukku.

Sampai pada suatu hari di mana salah satu dari ketua asramaku harus memegang amanah menjadi kader di Bagian Koperasi Dapur OPPM, aku tertunjuk untuk menggantikan posisinya menjadi ketua asrama di asramaku saat itu. Aku tak menyangka dan tak pernah berpikir sebelumnya mengenai hal ini. Tapi ini amanah, tetaplah harus dijalani dengan baik. Walau pun menurutku ini adalah sebuah tantangan besar untuk menjadi sosok seseorang yang sebenarnya jauh dari karakter diriku sendiri. Karakteristik seorang ibu ynag mengayomi, seorang kakak yang mendengar keluh kesah, tapi hal ini tidah terlalu sulit bagiku. Tapi sosok seorang sahabat yang selalu menemani adik-adik kelasku adalah sangat sulit untukku pelajari. Belum lagi partner ketua asramaku yang terkesan cuek dengan keadaan asrama dan anggota asrama. Sebut saja dia Dafdiy. Nama panggilan yang diambil dari singkatan nama aslinya Dafiyah Diyanah Syauqiyyah.  


Dafdiy sulit untuk didekati, aku rasa dia punya hidup sendiri, dia menganggap spesies kita berbeda, aku “taksifi” dan Dafdiy “adi” begitu kita menyebutnya untuk golongan yang masuk dari SMP sepertiku dan golongan yang masuk dari SD seperti Dafdiy. Perbedaan ini sering terjadi ketika kita duduk di kelas 3 Intensive dan kelas 4. Namun saat kita kelas 5, kita disatukan menjadi satu angkatan. Sifat Dafdiy yang selalu membeda-bedakan ini sama sekali tidak terlihat, aku sendiri pun tidak mengetahui kalau ternyata Dafdiy sefanatik itu. Sebelum kami menjadi kelas 5, aku tak pernah melihat Dafdiy, teman-teman kami bilang, saat duduk di kelas 4, Dafdiy sangatlah ceria, humoris, dan menyenangkan, walau pun tidak terlalu aktif dalam berbagai kegiatan yang diadakan di sekolah kami. Sifat yang dielu-elukan oleh teman-temanku tentangnya, sangat berbanding terbalik dengan apa yang aku lihat pada diri Dafdiy. Dia terlihat cuek, pemarah, tidak banyak bicara, tempramen, dan sangat emosional.

***

Hari terus berlalu, aku dengan semangatku untuk memajukan asrama tercintaku, selalu membujuk Dafdiy untuk ikut bergabung bersama kami (pengurus asrama-red) membakar semangat anggota kami saat senam pada hari Jum’at pagi, namun selalu saja Dafdiy enggan dan menolak ajakanku. Dia berpikir hal itu hanya merepotkannya saja. Pernah suatu hari ketika kita sedang belajar di kelas, kami merasa bosan. Aku panggil Dafdiy dengan niat membangunkannya yang sedang tertidur saat itu dan menceritakan masalah salah satu anggotaku.

“Dafdiy, Fitri punya masalah!” aku memanggilnya
“Aduuuuh, anggota lagi anggota lagi. Anggota itu kayak kutu tau” membuang muka padaku dan kembali tertidur.

Yah baiklah aku kembali menikmati pelajaran yang membosankan itu sampai berakhirnya jam pelajaran. Tapi aku bertekad tak mau menyerah mendekati dan menyadarkannya bahwa ini adalah amanah.

            Ketika aku mendapat pekerjaan baru, aku mengajak Dafdiy untuk membantuku dan bekerja sama denganku. Dia menerimanya dan membantuku. Aku akui, dalam urusan pekerjaan Dafdiy lebih unggul dariku, dia dapat memecahkan masalah dengan cepat dan tepat dan memberi solusi yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. Sifat kepemimpinan yang terpancar darinya, sangat membantuku untuk menghandle pekerjaan yang terhitung banyak ini.

***

            Suatu hari, aku mendapat tugas baru dari ustadzah bagian pendataan, untuk mendata anggota yang ingin membeli kaset serta menarik uang pembeliannya. Aku berusaha untuk menanamkan sistem kerja sama antara aku dan Dafdiy. Namun kelihatannya, apa yang Dafdiy inginkan berbeda denganku. Dafdiy lebih suka kalau kita sama-sama kerja. Dalam artian membagi tugas dalam bekerja. Akhirnya, secara tidak langsung, tugas pendataan ini menjadi tanggungjawabku sepenuhnya.

            Siang berganti malam, aku sibuk menghitung uang pembelian kaset di dalam kamar yang baru saja aku tarik dari anggotaku. Tapi ada kejanggalan yang aku rasakan saat menghitung jumlah uang itu. Jumlah uang yang kuhitung tidak sesuai dengan jumlah anggota yang membeli kasetnya. Aku berusaha untuk tidak panik, karena aku tidak ingin mengganggu Dafdiy yang sepertinya sudah lepas tangan dari masalah ini. Namun pendataan yang terus menerus kuulangi, menambah keyakinanku kalau jumalah uang ini kurang. Aku mulai panik dan tidak dapat mengontrol diriku lagi. Aku memutuskan untuk menceritakan masalah ini pada Dafdiy, alih-alih dia dapat memberiku solusi yang tepat.

            Tapi ternyata prasangkaku salah, sebaliknya Dafdiy malah memarahiku dan berlalu entah ke mana. Aku sadar aku telah mengusiknya malam itu. Segera aku cari solusi untuk masalahku sendiri.
Merasa penat, aku pergi keluar kamar untuk meng-upgrade otakku yang mulai pecah ini dan mencoba mencari solusinya di depan asrama. Sejenak aku terpikirkan ujian tafsir besok yang bukunya belum aku sentuh sama sekali apalagi mempelajarinya. Aku baru sadar, mungkin Dafdiy pergi untuk belajar. Tidak seharusnya aku mengganggunya seperti tadi. Aku merasa sangat bersalah. Tapi tidak ada gunanya terus-menerus bersedih dalam pekerjaan yang membuatku penat ini. Kemudian, aku cari solusinya lagi. Ketika aku sibuk dengan kertas dataku yang tercecer di sekitarku, seseorang menanggilku pelan, “uka!”. Aku menooleh ke arahnya, dan kutemukan Dafdiy yang lemas mendekatiku.

“Udah selesai masalahnya?” tanyanya padaku
“Belum ana (saya—dalam bahasa arab) masih bingung, uangnya kurang di siapa. Malam ini terakhir laporan, datanya juga belum selesai”
“Yaudah, ini udah malem, pake uang ana dulu ya, lagian anti (kamu—dalam bahasa arab) belum belajar kan buat ujian tafsir besok? Datanya cepet diselesaiin. Kita belajar bareng ya” jelasnya menenangkanku
“Baiklah” jawabku singkat

            Sambil mendata, Dafdiy menuntunku untuk menghafal kata demi kata. Dan dia memberi coretan sedikit di bukuku untuk menandai bagian yang harus di hafal. Aku merasa sesosok malaikat sedang berada di depanku sekarang. Dan pendataan pun  selesai, belajar juga dirasa sudah cukup untuk malam ini. Karena bulan pun menginginkan kami untuk terjaga dalam tidur pukul 01.30 WIB itu.




To be continue...


0 komentar:

Posting Komentar

 

Story of My Life Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea